SAMARINDA. Didiklah anakmu sesuai zamannya. Demikian bunyi salah satu hadis Rasulullah SAW. Ya, orangtua zaman sekarang memang harus lebih waspada dalam mengawasi pergaulan anak mereka.
Baru-baru ini pengalaman yang kurang mengenakkan dialami salah satu wartawati Samarinda Pos (Sapos) pada Jumat 16 Desember lalu.
Sore yang indah, sambil meregangkan otot yang tegang usai berolahraga, penulis juga ingin meliput antrean panjang di SPBU Jalan APT Pranoto, Samarinda Seberang.
Di salah satu bukit dekat SPBU, tanpa diduga perhatian awak media ini tertuju pada sepasang anak remaja yang tengah asyik berbuat mesum di balik semak-semak.
Yang lebih memprihatinkan, saat itu, mereka masih mengenakan seragam SMP lengkap dengan atributnya. Tanpa berfikir panjang, dari atas bukit, penulis membubarkan acara “bersih-bersih rumput” pasangan yang sedang kasmaran ini.
Menyadari kehadiran orang lain, sontak mereka bangkit berdiri lalu sambil berlari tanpa arah. Saat berlari sembari memperbaiki pakaian mereka yang sudah hilang setengah badan.
“Jilbabnya ketinggalan tuh,” teriak saya dari atas bukit. Sontak remaja putri tersebut ingin berbalik untuk mengambil. Tetapi usahanya tidak diperbolehkan oleh pasangan prianya. Karena pada saat itu, yang mereka tahu hanyalah bagaimana cara untuk segera keluar dari rerumputan ilalang yang menjulang tinggi.
Lima menit mencari jalan keluar, akhirnya mereka dapat menemukan letak motor mereka. Kali ini, tampak topi remaja putra yang terlepas. Kali ini mereka nampaknya tidak peduli. Karena yang terpenting mereka bisa segera pergi. “Untung saya nggak bawa kamera,” bisik jahat saya dalam hati.
Kapolsekta Samarinda Seberang, Kompol Bergas Hartoko, saat mengetahui peristiwa tersebut mengaku kaget. Diakuinya, selama ini, jajarannya belum pernah mengadakan penelusuran ke daerah jalan baru tersebut.
“Tugas kami memang mencegah hal-hal yang buruk terjadi. Tetapi untuk daerah yang kurang tersentuh seperti itu, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan. Polisi tidak setiap waktu bisa mengontrol. Personel kami pun masih terbatas,” terang Bergas.
“Kami berharap masyarakat tidak menutup mata untuk kasus seperti ini. Jika mereka memang ada melihat atau mencurigai, harus segera melapor. Apalagi mereka (remaja mesum, red) masih di bawah umur,” terang Bergas.
Ketua Harian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Samarinda, Adji Suwignyo juga memberi respon yang sama. Dia menuturkan bahwa pendidikan seks di usia dini memang sangat perlu. Karena rasa ingin tahu anak remaja di masa sekarang semakin tinggi.
“Mereka memang perlu pembekalan seks. Perkembangan teknologi semakin canggih. Jadi, pengetahuan anak-anak tersebut jangan dibatasi lagi. Beri pengertian, beri perhatian, beri penjelasan sejelas-jelasnya agar mereka tidak salah paham. Orangtua harus membuka komunikasi yang baik terhadap anak-anaknya. Agar anak bisa terbuka untuk menceritakan hal-hal yang ingin dia ketahui,” jelas Adji.
“Jika memang para orangtua tidak paham untuk memberi pengertian yang benar kepada anak-anak mereka, silakan datang ke kami (KPAI, Red). Kami memiliki psikiater yang bersedia membina. Dan itu gratis. Dengan begitu, perilaku asusila di kalangan anak di bawah umur bisa terminimalisir,” tambah pungkas. (tim)
Baru-baru ini pengalaman yang kurang mengenakkan dialami salah satu wartawati Samarinda Pos (Sapos) pada Jumat 16 Desember lalu.
Sore yang indah, sambil meregangkan otot yang tegang usai berolahraga, penulis juga ingin meliput antrean panjang di SPBU Jalan APT Pranoto, Samarinda Seberang.
Di salah satu bukit dekat SPBU, tanpa diduga perhatian awak media ini tertuju pada sepasang anak remaja yang tengah asyik berbuat mesum di balik semak-semak.
Yang lebih memprihatinkan, saat itu, mereka masih mengenakan seragam SMP lengkap dengan atributnya. Tanpa berfikir panjang, dari atas bukit, penulis membubarkan acara “bersih-bersih rumput” pasangan yang sedang kasmaran ini.
Menyadari kehadiran orang lain, sontak mereka bangkit berdiri lalu sambil berlari tanpa arah. Saat berlari sembari memperbaiki pakaian mereka yang sudah hilang setengah badan.
“Jilbabnya ketinggalan tuh,” teriak saya dari atas bukit. Sontak remaja putri tersebut ingin berbalik untuk mengambil. Tetapi usahanya tidak diperbolehkan oleh pasangan prianya. Karena pada saat itu, yang mereka tahu hanyalah bagaimana cara untuk segera keluar dari rerumputan ilalang yang menjulang tinggi.
Lima menit mencari jalan keluar, akhirnya mereka dapat menemukan letak motor mereka. Kali ini, tampak topi remaja putra yang terlepas. Kali ini mereka nampaknya tidak peduli. Karena yang terpenting mereka bisa segera pergi. “Untung saya nggak bawa kamera,” bisik jahat saya dalam hati.
Kapolsekta Samarinda Seberang, Kompol Bergas Hartoko, saat mengetahui peristiwa tersebut mengaku kaget. Diakuinya, selama ini, jajarannya belum pernah mengadakan penelusuran ke daerah jalan baru tersebut.
“Tugas kami memang mencegah hal-hal yang buruk terjadi. Tetapi untuk daerah yang kurang tersentuh seperti itu, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan. Polisi tidak setiap waktu bisa mengontrol. Personel kami pun masih terbatas,” terang Bergas.
“Kami berharap masyarakat tidak menutup mata untuk kasus seperti ini. Jika mereka memang ada melihat atau mencurigai, harus segera melapor. Apalagi mereka (remaja mesum, red) masih di bawah umur,” terang Bergas.
Ketua Harian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Samarinda, Adji Suwignyo juga memberi respon yang sama. Dia menuturkan bahwa pendidikan seks di usia dini memang sangat perlu. Karena rasa ingin tahu anak remaja di masa sekarang semakin tinggi.
“Mereka memang perlu pembekalan seks. Perkembangan teknologi semakin canggih. Jadi, pengetahuan anak-anak tersebut jangan dibatasi lagi. Beri pengertian, beri perhatian, beri penjelasan sejelas-jelasnya agar mereka tidak salah paham. Orangtua harus membuka komunikasi yang baik terhadap anak-anaknya. Agar anak bisa terbuka untuk menceritakan hal-hal yang ingin dia ketahui,” jelas Adji.
“Jika memang para orangtua tidak paham untuk memberi pengertian yang benar kepada anak-anak mereka, silakan datang ke kami (KPAI, Red). Kami memiliki psikiater yang bersedia membina. Dan itu gratis. Dengan begitu, perilaku asusila di kalangan anak di bawah umur bisa terminimalisir,” tambah pungkas. (tim)