Haristan (35) dan Kismiati (40), pasangan suami-istri warga Dusun
I Desa Lubuk Sini, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, ini terlihat duduk termenung di gubuk rumahnya yang tampak reot.
Di benaknya seolah tersirat bagaimana agar bisa hidup layak bersama tiga anaknya seperti warga yang lainnya. Harapan Haristan dan Kismiati merupakan hal yang manusiawi. Sebab, selama ini mereka hidup penuh kesusahan. Bahkan untuk bertahan hidup, pasutri bersama tiga anaknya itu hanya mengonsumsi daun singkong dan kangkung sejak bertahun-tahun lalu.
"Kalau tidak ada uang untuk beli beras, terpaksa
I Desa Lubuk Sini, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, ini terlihat duduk termenung di gubuk rumahnya yang tampak reot.
Di benaknya seolah tersirat bagaimana agar bisa hidup layak bersama tiga anaknya seperti warga yang lainnya. Harapan Haristan dan Kismiati merupakan hal yang manusiawi. Sebab, selama ini mereka hidup penuh kesusahan. Bahkan untuk bertahan hidup, pasutri bersama tiga anaknya itu hanya mengonsumsi daun singkong dan kangkung sejak bertahun-tahun lalu.
"Kalau tidak ada uang untuk beli beras, terpaksa
makan daun singkong dan terkadang kangkung yang diambil dari rawa-rawa saja. Itu kami makan tanpa nasi," kata Haristan, saat ditemui Okezone di kediamannya.
Perasaan Haristan semakin tersayat melihat istri dan ketiga anaknya juga harus tinggal di gubuk reot yang sewaktu-waktu bisa saja roboh diterjang angin sehingga mengancam keselamatan keluarganya. Sebab, papan yang dijadikan dinding rumah berukuran sekira 5 x 5 meter itu sudah rapuh. Bahkan, atap rumah dari seng yang dihuni keluarga ini banyak sudah berkarat dan bocor. Sehingga jika hujan turun, mereka tidak bisa tidur dengan nyenyak dan selalu merasa khawatir. "Bahan rumah saya ini diambil dari bekas pondok saat saya berkebun dulu. Mau beli bahan bangunan yang baru saya tidak ada uang.
Jangankan mau beli barang bangunan, makan setiap hari saja saya bersama istri dan tiga anak saya saja susah sekali," ungkap Haristan dengan nada sedih. Ia berkisah, sebelum bermukim di Dusun I Desa Lubuk Sini, dirinya mendiami areal perkebunan di Desa Lubuk Sini. Namun setelah beberapa lama berdiam di kebun, dirinya tergusur oleh salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Bengkulu Tengah. "Saya dulu tidak tinggal di sini, tapi di kebun.
Waktu tinggal di kebun pun kami masih juga sering makan pucuk ubi karena tidak ada uang untuk membeli beras," ungkap Haristan.
Bantu Share Agar Dapat Perhatian Pemerintah Setempat
Sumber : okezone.com
Perasaan Haristan semakin tersayat melihat istri dan ketiga anaknya juga harus tinggal di gubuk reot yang sewaktu-waktu bisa saja roboh diterjang angin sehingga mengancam keselamatan keluarganya. Sebab, papan yang dijadikan dinding rumah berukuran sekira 5 x 5 meter itu sudah rapuh. Bahkan, atap rumah dari seng yang dihuni keluarga ini banyak sudah berkarat dan bocor. Sehingga jika hujan turun, mereka tidak bisa tidur dengan nyenyak dan selalu merasa khawatir. "Bahan rumah saya ini diambil dari bekas pondok saat saya berkebun dulu. Mau beli bahan bangunan yang baru saya tidak ada uang.
Jangankan mau beli barang bangunan, makan setiap hari saja saya bersama istri dan tiga anak saya saja susah sekali," ungkap Haristan dengan nada sedih. Ia berkisah, sebelum bermukim di Dusun I Desa Lubuk Sini, dirinya mendiami areal perkebunan di Desa Lubuk Sini. Namun setelah beberapa lama berdiam di kebun, dirinya tergusur oleh salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Bengkulu Tengah. "Saya dulu tidak tinggal di sini, tapi di kebun.
Waktu tinggal di kebun pun kami masih juga sering makan pucuk ubi karena tidak ada uang untuk membeli beras," ungkap Haristan.
Bantu Share Agar Dapat Perhatian Pemerintah Setempat
Sumber : okezone.com