Rutinitas merokok adalah salah satu faktor resiko timbulnya penyakit tidak menular, seperti jantung, stroke, diabetes, ginjal, sampai kanker. Beberapa penyakit itu ternyata menduduki urutan paling atas daftar penyakit yang banyak dibiayai dari dana yang dikelola Badan Jaminan Kesejahteraan Sosial (BPJS) Kesehatan.
" Beban biaya, terutama penyakit tidak menular akibat paparan asap rokok sangatlah besar. jantung ginjal, stroke, semuanya menyedot lebih dari 70 % dana yang dikelola BPJS, " tutur Staf Pakar Menteri bagian Hukum Kesehatan Tritarayati atau yang akrab disapa Tari dalam acara 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta.
Berdasar pada data klaim Indonesian-Case Based Grups (INA-CBGs) s/d bulan bayar Januari 2016, penyakit jantung paling banyak memerlukan biaya penyembuhan, yakni jantung Rp 6, 9 triliun. Lalu disusul penyakit kanker Rp 1, 8 triliun, stroke Rp 1, 5 triliun, ginjal Rp 1, 5 triliun, serta diabetes Rp 1, 2 triliun.Tari mengungkap, tingginya masalah penyakit tidak menular berhubungan erat dengan pola hidup tidak sehat. Banyak masyarakat yang kurang aktivitas fisik, pola makan tidak sehat, kebiasaan merokok serta minum alkohol.
Dari 10 penyebabnya kematian utama, 8 di antaranya yaitu penyakit tidak menular.
Usaha promotif serta preventif juga lebih digalakkan oleh Kementerian Kesehatan. Salah satunya dengan pengendalian tembakau. Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok pria paling tinggi didunia. Berarti, dua dari tiga remaja lelaki atau umur produktif merokok.
Permasalahan ini bisa mengancam bonus demografi. Bila banyak anak-anak umur sekolah telah merokok, mereka dapat terserang berbagai penyakit kronis di masa yang akan datang, termasuk juga saat usia produkif. Bagaimana tidak, rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia beresiko serta sekitar 60 di antaranya berbentuk karsinogen atau dapat memicu kanker.
Bahaya rokok tidak cuma meneror kesehatan perokok tersebut, namun juga orang-orang di sekitarnya yang terkena asap rokok. (kompas)