Wt (17), seorang wanita nyaris menjadi korban perdagangan orang (human trafficking) di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) pada 2016 lalu dari terdakwa Laura Risky dan Syafii alias Indra.
Saat dihadirkan di persidangan, Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (13/2) Wt menceritakan kisahnya dia yang nyaris "dijual" ke Malaysia sebagai pekerja seks komesial (PSK).
Semula dia berkenalan dengan Laura. Waktu itu Wt sedang bekerja di cafe Feby, belakang Kantor BCA Baloi, Juli 2016 lalu. Waktu itu Wt meminta dicarikan pekerjaan, karena gajinya di kafe sangat kecil yakni Rp 1 juta. "Kebetulan dia (Laura) bertanya, saya pun mengeluh minta tolong carikan kerja yang siang hari. Bukan kerja malam," ujar Wt di hadapan majelis hakim seperti dilansir Batam Pos (Jawa Pos Group), Selasa (14/2).
Komunikasinya dengan Laura berlanjut hingga tawaran pekerjaan itu tiba. Lantas Wt pun menerima pekerjaanitu sebagai pemandu lagu di sebuah karaoke di sebuah hotel bilangan Batuampar, Batam. Akan tetapi pekerjaan itu hanya dilakoni sehari saja "Saya gak sanggup karena harus minum-minum beralkohol," kata wanita asal Tembilahan, Riau ini.
Lalu Laura kembali menawarkan pekerjaan untuk Wt di cafe The Office daerah Kampung Bule Nagoya, sebagai penari. Hanya saja sebagai pemula dia diminta untuk latihan dalam waktu sebulan pertama. Selama masa latihan itu dia tidak menerima gaji, akhirnya Wt memilih berhenti.
Dua bulan menganggur, Laura datang lagi ke Wt untuk menawarkan kerja di Malaysia. Kerjaan untuk menemani tamu minum. Untuk berangkat ke Malyasia, semua biaya, mulai dari ongkos dan pembuatan paspor telah dibiayai. "Saya tergiur karena dijanjikan dapat upah gak kurang dari Rp 40 juta," sebut saksi.
Menjelang keberangkatan, Wt dikenalkan dengan Koko Angga oleh Laura untuk dibooking seharian dengan bayaran Rp 1 juta. Dibawa ke hotel, Wt harus berhubungan badan dengan Koko itu karena sudah dibayar ke Laura. Hanya sekitar dua jam, Wt dijemput Laura. "Dua kali saya mendapat perlakuan seperti itu, dan hanya terima Rp 250 ribu dari Laura," ungkapnya.
Merasa ditipu, korban pun membatalkan keberangkatannya ke Malaysia. Namun Laura mengancam saksi harus membayar Rp 9 juta untuk ganti rugi pengurusan keberangkatannya seperti paspor dan dokumen lain.
Saksi kemudian dibujuk oleh Indra, yang memodali keberangkatannya itu. Indra menegaskan, wt harus membayar utang Rp 9 juta itu dengan 'short time' 70 kali selama sebulan di Malaysia. "Itu biar utang saya lunas," terang Wt.
Hingga akhirnya saksi dapat bercerita ke orang tua rekannya, yang kemudian membawa perkara ini sampai ke meja hijau. "Sekarang saya tinggal dengan pendampingan dari rumah singgah," sebutnya.
Keterangan dari saksi korban ini, seluruhnya dibantah kedua terdakwa. Laura mengatakan, semua kejadian tersebut adalah permintaan saksi. "Saya hanya membantu yang mulia," terang Laura. Tapi Wt dengan tegas bahwa keterangannya adalah benar dan dibawah sumpah. Selanjutnya, persidangan dua terdakwa dijadwalkan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, pekan depan. (nji/iil/JPG)