Saya kerap kali heran dengan para perempuan yang berstatus sebagai istri, yang dengan bebas sebebas-bebasnya memajang foto-foto selfienya setiap hari di situs jejaring sosial ;dengan ribuan pertemanan yang entah hanya berapa persennya yang dikenal secara langsung.
Mengganti profile picture hampir tiap detik, dengan hasil potretan selfienya dan memposting gambar-gambar dirinya, dalam berbagai pose. Tanpa anak atau suami di sampingnya.
Apalagi kalau tidak dengan pakaian yang seronok, —itu mah kata si kembar upin dan ipin. Memakai rok mini diatas lutut, paha dibiarkan menganga, sengaja memperlihatkan kemulusannya. Balutan tsirt yang menonjolkan bagian tubuh yang sangat privasi. Celana menutupi bagian tubuh bagian bawah —syukurlah— tapi sangat disayangkan celananya sudah mlepet-pet eh masih juga dirobek sana, dibelah sini, sampai-sampai terlihat jelas putih pangkal pahanya.
Katanya sih ini gaya, kereeun gitu lohh, kan trendy, apalagi dibumbui dengan aksi super sensualnya. Rambut dicat merah, pirang, dibiarkan melambai-lambai, diputar ke sisi bahu kanan ke bahu kiri, agar menambah amboi dan sempurna. Seakan mengundang para lelaki untuk berdecak kagum, menikmati kecantikan wajahnya dan juga keseksian tubuhnya.
Raut wajahnya dipamerkan secara jelas, terang benderang, hampir-hampir layar ponsel penuh dengan mukanya bahkan tanpa screenshort orang sudah dapat mengukur berapa ukuran matanya, hidungnya, panjang alisnya, bibirnya, dahinya, bulu matanya, dan seluruh area wajahnya. Close up yang sengaja dipotret dari jarak yang sangat dekat. Masih mending itu ponsel tidak diplester sekalian di wajahnya. He-he.
Yang mendasari saya merasa gemas, yakni dimanakah suaminya? Apakah suaminya ndak’ punya filter sama sekali terhadap istrinya? Apa memang suami ndak’ punya peran mengatur istrinya? Saya sebagai sesama perempuan, tak jarang merasa risi dan geregetan dengan sikap pembiayaran suami yang demikian, tak mampu menunjukkan bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik bagi istrinya. Suami dibuat tak berkutik.
Jika statusnya masih lajang, masih dipahami, dari segi sosial belum ada status berkeluarga. Belum ada suami dan mungkin anak. Nah, kalau sudah memiliki keluarga, punya suami, kan aneh.
Suami adalah kepala keluarga, pemimpin istri dan anak anaknya, imam bagi anggota keluarganya. Baik buruknya istri ya tergantung dari bagaimana suami memimpinnya. Jika istri nakal di jejaring sosial, dengan memamerkan kecantikan dan lekuk-lekuk tubuhnya, kenapa bisa suami membiarkannya?
Dinasihatian kek jangan jadi suami yang melempem. Tak berdaya dengan kelakuan istrinya. Lebih mencengangkan lagi, suami bukan memberi nasehat untuk tak terlalu over dalam memajang foto diri istri, apalagi melarangnya eh malah justru mensupportnya, memuji-muji, ikut lebay dengan unjuk gigi di chat room; “edaaann ayune.., wooowww…, siipp mama.. , lanjutkan mama,… istri siapa sih ini.. (nah, sampe gak tau kalo itu istrinya) He-he.
Padahal banyak pria yang berkomentar nakal dan menggoda foto istrinya. Bukannya menyuruh istri menghentikan kegenitannya atau menghapus foto-foto selfienya yailah malah menggembosinya!
Hadeww ini suami apa pedagang asongan? Itu istrimu woii kenapa malah kaupasarkan, gak sekalian kauobralin sepuluh ribu dapet empat! Disitulah saya merasa heran, mungkinkah pembaca juga demikian, ikut merasa keheranan?